Bismillahirrohmanirrohim

Bismillahirrohmanirrohim

Sabtu, 27 Desember 2014

AL-KHAUF (TAKUT)






Dijelaskan dalam sebuah hadis bahwa Nabi saw. bersabda: "Allah swt. telah menciptakan malaikat dengan memilik sayap. Sebuah sayap di belahan timur, dan sayap yang satunya lagi berada di belahan barat. Kepalanya berada di Arasy, sementara kedua kakinya menginjak dibumi yang tujuh (bumi yang paling bawah). Ia memiliki bulu-bulu sebanyak jumlah bilangan makhluk Allah swt. Apabila ada orang laki-laki atau perempuan dari umatku yang membaca shalawat kepadaku, maka Allah swt. memerintahkan kepada malaikat itu agar menyelam ke dalam lautan cahaya di bawah Arasy. Kemudian ia keluar dari dalam lautan cahaya itu sambil mengibas-ngibaskan sayapnya. Maka meneteslah percikan-percikan air cahaya dari setiap bulunya. Allah swt. menjadikan dari setiap percikan itu sebagai malaikat yang beriatigfar (memohon ampun) baginya (orang yang membaca shalawat tersebut) sampai hari kiamat."

Allah swt. berfirman:

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﻟْﺘَﻨﻈُﺮْ ﻧَﻔْﺲٌ ﻣَّﺎ ﻗَﺪَّﻣَﺖْ
ﻟِﻐَﺪٍ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍﺍﻟﻠَّﻪَ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺧَﺒِﻴﺮٌ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮﻥ

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).

Maksudnya, takutlah kepada Allah dan taatilah Dia, bersedekah dan beramallah dengan penuh ketaatan agar supaya kamu memetik buah pahalanya kelak di hari kiamat. Para malaikat, bumi, langit, waktu siang dan malam akan memberikan kesaksian terhadap apa yang dikerjakan oleh manusia keturunan Adam, baik mengenai kebaikan ataupun kejahatan, yang berupa ketaatan maupun kemaksiatan. Bahkan anggota-anggota tubuhnya juga akan memberikan kesaksian yang dapat memberatkannya. Sementara bumi memberikan kesaksian yang menguntungkan orang yang beriman dan orang yang zuhud. Dalam kemaksiatan itu ia menyatakan: "Dia (orang mukmin) telah menyembah Tuhan yang maha tinggi, diatasku, dia berpuasa, berhaji dan berjihad dijalan Allah swt." Mendengar kesaksian itu gembiralah orang yang beriman dan orang yang zuhud.

     Bumi juga memberikan kesaksian yang memberatkan orang kafir dan orang yang durhaka. Dia berkata: "Dia (orang kafir) telah berlaku musyrik di atasku, dia berzina, dan makan barang yang haram. Sehingga alangkah celakanya bila Tuhan Yang Maha Penyayang diantara para penyayang, menyelesaikan persoalan hisab dengan seadil-adilnya."

    Orang mukmin yang sejati ialah orang yang takut kepada Allah swt. dengan seluruh organ dan anggota tubuhnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Laits, bahwa takut kepada Allah dapat dilihat indikasinya dalam tujuh berikut ini:


1. LIDAHNYA:

orang yang takut kepada Allah, selalu berusaha mencegah lidahnya dari berbohong, menggunjing, mengadu domba membual dan mengobral perkataan yang tidak berguna. Ia akan menjadikan lidahnya sibuk untuk selalu zikir kepada Allah swt, membaca Al-Quran,  berdiskusi dan mengkaji ilmu.

2. HATINYA:

Orang yang takut kepada Allah swt. akan selalu mengeluarkan rasa permusuhan, kebohongan, dan kedengkian dari dalam hatinya. Karena kedengkian itu dapat merusak kebaikan, sebagaimana sabda Rosulullah saw:

"Sesungguhnya dengki itu akan membakar hangus kebaikan, sebagaimana api yang membakar kayu bakar."


Ketahuilah, bahwa dengki itu termasuk penyakit hati yang sangat berbahaya. Dan semua penyakit hati, tidak akan dapat disembuhkan melainkan dengan ilmu dan amal.

3. PENGLIHATANNYA:

Orang yang takut kepada Allah tidak akan melihat pada yang haram, baik mengenai makanan, minuman, pakaian dan lain sebagainya. Dia tidak memandang dunia dengan nafsu ambisi dan keinginannya, tetapi dia memandangnya untuk mengambil pelajaran dan ibrah. Dia tidak memandang pada sesuatu yang tidak halal dilihat olehnya. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang memenuhi matanya dengan sesuatu yang haram, maka Allah akan memenuhi matanya dengan api neraka, kelak di hari kiamat."

4. PERUTNYA:

Orang yang takut kepada Allah, tidak akan memasukkan makanan yang haram ke dalam perutnya, karena yang demikian itu adalah dosa yang besar. Rasulullah saw. bersabda: "Apabila sesuap nasi jatuh ke dalam perut anak cucu Adam, maka malaikat yang ada dibumi dan dilangit melaknatinya selama suapan makanan itu berada dalam perutnya dan kalau ia mati dalam keadaan demikian, maka tempatnya adalah neraka Jahannam."

5. TANGANNYA:

Orang yang takut kepada Allah, tidak mau menerima sesuatu yang haram, tetapi selalu berusaha untuk menggapai dan meraih yang mengandung unsur ketaatan dan dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Diriwayatkan dari Ka'ab bin Akbhar, ia berkata: "Allah swt. menciptakan sesuatu perkampungan dari zabarjad yang berwarna hijau. Dalam perkampungan itu terdapat seribu rumah, du dalam setiap rumah terdapat seribu kamar. Tidak ada yang dapat menempati sedemikian indah itu, kecuali seseorang yang apabila disodorkan atau ditawarkan kepadanya sesuatu yang haram dia menolak dan meninggalkannya, karena takut kepada Allah swt.

6. KEDUA KAKINYA:

Orang yang takut kepada Allah swt. tidak akan melangkahkan kakinya untuk berjalan dalam kemaksiatan kepada Allah swt. Tetapi kakinya digunakan berjalan dalam ketaatan kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya dan berjalan kearah kebaikan, bergaul bersama ulama dan orang-orang saleh.

7. KETAATANNYA:

Orang yang takut kepada Allah swt. selalu mengorientasikan segala aktivitas ketaatan dan kesalehannya hanya untuk mencari keridhaa Allah, menjauhi sifat riya' dan kemunafikan.

    Jika sesorang telah melakukan yang demikian itu, maka ia termasuk dalam kategori orang-orang yang sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt. berikut ini:

 ﻭَﺍﻵﺧِﺮَﺓُ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺑِّﻚَ ﻟِﻠْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦ

Artinya:
"Dan kehidupan akhirat itu di sisi Rabb-mu, adalah bagi orang-orang yang bertaqwa." (QS. Az-Zukhruf: 35)

   Mereka berada di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt. berikut ini:

ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ ﻓِﻲ ﺟَﻨَّﺎﺕٍ ﻭَﻋُﻴُﻮﻥ

Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada di dalam taman-taman dan mata air yang mengalir." (QS. Al-Hijr: 45)

Dan firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga dan kenikmatan." (QS. Ath-Thur: 17)
Dan firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman." (QS. Ad-Dukhaan: 51)

    Dari Ayat-Ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa seakan-akan Allah swt. berfirman: "Sesungguhnya mereka (orang-orang yang bertakwa itu) akan selamat dari neraka besok di hari kiamat."

    Seyogyanya orang yang beriman mengambil posisi tengah antara takut (khauf) dan harapan (raja'). Dia harus selalu mengharapkan rahmat Allah swt dan tidak berputus asa. Allah swt. berfirman:


ﻻ ﺗَﻘْﻨَﻄُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﺭَﺣْﻤَﺔِ ﺍﻟﻠَّﻪِ

Artinya:
"Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah." (QS. Az-Zumar: 53).

Beribadah menyembah Allah, meninggalkan segala perbuatan yang buruk dan bertobat kembali kepada Allah swt.


    Diceritakan, bahwa suatu ketika Nabi Daud as. Duduk di majlisnya dengan membaca kitab Zabur, tiba-tiba ia melihat seekor ulat merah di tanah, lalu ia berkata di dalam hatinya: "Apa yang di kehendaki Allah swt. dengan ulat ini?" kemudian Allah mengizinkan kepada ulat itu berbicara: "Wahai Nabi Allah swt. Ketika siang Allah swt. mengilhamkan kepadaku untuk membaca: SUBHANALLAHI WALHAMDU LILLAAHI WA LAA ILAAHA ILLALLAHU WALLAHU AKBAR (Maha Suci Allah, segala puji bagi-Nya, tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar), sebanyak seribu kali dalam setiap siang hari. Dan ketika malam Allah swt. memberikan ilham kepadaku untuk membaca: ALLAAHUMMA SHALLI 'ALAA MUHAMMADIN NABIYIL UMMIYYI WA 'ALAA AALIHI WA SHAHBIHI WA SALLAM (Ya Allah, anugerahkan rahmat dan salam kepada Nabi Muhammad seorang Nabi yang ummi dan juga kepada keluarga dan sahabat beliau), sebanyak seribu kali setiap malam. Lalu bagaimana halnya dengan Anda? Apa yang Anda katakan wahai Nabi Allah, agar aku dapat mengambil sesuatu yang bermanfaat dari Anda."

   Atas jawaban ulat itu, Nabi Daud merasa menyesal, atas suara hatinya yang bernada meremehkan terciptanya ulat tersebut. Dia menjadi takut kepada Allah swt., maka ia bertobat dan berserah diri kepada-Nya.

     Adalah Nabi Ibrahim kekasih Allah, ketika ingat akan kesalahannya, ia menjadi tak sadarkan diri dan gemuruh rasa takut di dalam hatinya terdengar dari jarak sejauh satu mil. Kemudian Allah mengutus Malaikat Jibril untuk mendatanginya dan berkata: "Tuhan Yang Maha Perkasa membacakan (berkirim) salam kepadamu, dan berfirman: 'Apakah Anda melihat seorang kekasih takut pada kekasih pujaannya."
Ibrahim berkata: "Wahai Jibril, ketika aku mengingat kesalahanku dan berfikir tentang kedahsyatan siksa-Nya, maka aku menjadi lupa akan hubunganku dengan Kekasihku

Demikian itulah sifat dan karakter para Nabi, Wali, orang yang saleh dan orang-orang zuhud, maka renungkanlah!!!

Selasa, 23 Desember 2014

TAKUT KEPADA ALLAH SWT





Abu Laits berkata:"Allah swt mempunyai malaikat-malaikat yang ada dilangit. Sejak mereka diciptakan, selalu sujud kepada Allah swt sampai hari kiamat."Rasa takut mereka akan menyalahi perintah Allah swt. Membuat persendian mereka menjadi gemetar.
Ketika hari kiamat tiba mereka mengangkat kepalanya seraya berkata:"Maha Suci Engkau, rasanya kami belum mengabdi sepenuhnya kepada-Mu." itulah maksud firman Allah swt.

" yakhaa fuuna rabbahum min fawqihim wayaf'aluuna maa yu'maruuna"(QS. An-Nahl: 50)
Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).

Maksudnya adalah mereka tidak pernah mendurhakai Allah swt barang sedikitpun walau hanya sekejap mata. Rasulullah bersabda:"Ketika tubuh seseorang tergetar karena takut kepada Allah swt maka dosa-dosanya menjadi berguguran, sebagaimana rontoknya dedaunan dari suatu pohon."

Syahdan, ada seorang laki-laki yang hatinya tertambat pada seorang wanita berparas cantik. Suatu ketika wanita itu pergi untuk suatu keperluan, lalu laki-laki tersebut ikut pergi menyertainya. Sesampai di hutan keduanya selalu terjaga dan tidak bisa tidur, sementara rombongan yang lain terlelap dalam tidurnya. Kesempatan itu digunakan laki-laki untuk mengutarakan isi hatinya kepada wanita pujaan hatinya itu. Lalu si wanita berkata:"Lihatlah apakah orang-orang itu sudah tidur semua?" Mendengar ucapan wanita itu, hatinya menjadi berbunga-bunga, ia mengira bahwa wanita itu akan memenuhi hasrat hatinya. Dia segera bangkit, mengitari rombongan kafilah, sorot matanya menatap kesana kemari ke arah semua rombongan, ternyata semua orang sudah terlelap dalam tidurnya.
Lalu dia kembali kepada si wanita dan berkata:"Benar, semua orang telah tidur. "Wanita kembali bertanya:"Bagaimana pendapatmu mengenai Allah swt. Apakah Dia tidur?" Si laki-laki menjawab: "Sesungguhnya Allah senantiasa terjaga, Dia tidak mengantuk dan tidak pula tidur."
"Sesungguhnya Tuhan tidak mengantuk dan tidak pula tidur, Dia selalu melihat kita, sekalipun orang-orang itu telah tertidur dan tidak melihat kepada kita. Oleh sebab itu Dia sepatutnya harus lebih di takuti," Kata wanita itu.

    Akhirnya laki-laki itu menjadi sadar, lalu meninggalkan wanita itu, karena takut kepada Allah Yang Maha Pencipta, dia kembali pulang ke rumah dan bertobat kepada Allah swt. Setelah dia meninggal dunia, orang-orang bermimpi melihatnya didalam tidur.
Dia ditanya:"Bagaimana Allah memperlakukan anda?" Dia menjawab:"Allah swt telah mengampuniku, sebab ketakutanku kepada-Nya, dan karena aku meninggalkan rencana untuk berbuat dosa dengan wanita pujaan hatiku."

Didalam kitab Majami'ul Latha'if terdapat sebuah kisah bahwa pada zaman dahulu ada seorang 'abid (hamba Allah yang ahli ibadah) dari kalangan Bani Israil yang mempunyai banyak keluarga. Suatu ketika dia dilanda krisis ekonomi, sehingga kondisinya benar-benar memprihatinkan dan kritis. Lalu istrinya disuruh untuk mencari sesuatu yang dapat buat makan keluarganya. Si wanita itu kemudian pergi mendatangi rumah seorang saudagar untuk mendapat sesuatu yang dapat dimakan keluarganya. Setelah ia mengutarakan maksud kedatangannya, saudagar yang kaya raya itu berkata kepadanya: "Baiklah, asalkan kamu mau menyerahkan tubuhmu kepadaku." Mendengar jawaban itu, wanita tersebut menjadi terpaku dan membisu, lalu dia memutuskan untuk kembali kerumah. Sesampai dirumah, anak-anaknya yang kelaparan, merintih pedih, sambil memanggil-manggil: "Ibu, ibu kami sangat kelaparan, kami sudah hampir mati karena tak kuat menahan rasa lapar, berilah kami apa saja yang bisa kami makan!" Mendengar rintihan dan tangisan anak-anaknya yang begitu menyayat hati, sang ibu memutuskan untuk kembali kepada saudagar yang kaya raya itu dan menceritakan kondisi kekritisan yang melanda keluarganya.
"Apakah anda bersedia memenuhi keinginanku?" tanya saudagar.
Mulut wanita itu terkatup, seakan-akan terkunci untuk menyatakan ya, namun dengan berat hati dan amat terpaksa dia menganggukkan kepalanya." Ketika saudagar itu hanya berdua dengannya, semua persendian wanita itu menjadi bergetar, seakan-akan semua anggota tubuhnya mau terlepas dari tempatnya. Saudagar itu bertanya: "Ada apa dengan anda ini, mengapa tubuh anda bergetar?" "Sungguh aku takut kepada Allah", jawabnya singkat. Saudagar berkata: "Anda dengan kondisi seperti ini masih merasa takut kepada Allah, mestinya aku lebih takut kepada-Nya daripada anda."
Maka saudagar itu memenuhi kebutuhan yang diperlukan wanita itu, lalu ia meninggalkannya. Wanita itu lalu pulang dengan membawa banyak makanan untuk keluarganya, sehingga gembiralah mereka.

     Kemudian Allah swt memberikan wahyu kepada Nabi Musa as "Hai Musa, katakanlah kepada si Fulan bin Fulan, seorang saudagar yang kaya itu, bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosanya." Maka datanglah Nabi Musa as menemui saudagar itu dan berkata: "Hai Fulan, apa yang telah Anda perbuat terhadap Tuhanmu, sehingga menurunkan wahyu kepadaku untuk menemuimu." Lalu saudagar bercerita kepada Nabi Musa as mengenai kisah antara dirinya dan wanita tersebut. Setelah saudagar selesai bercerita , Musa as berkata: "Sesungguhnya Allah swt telah benar-benar mengampuni dosa-dosa Anda yang telah lalu."

Allah swt berfirman:

Artinya:
"Maka janganlah kamu takut kepada manusia dan takutlah kepada-Ku." (QS. Al-Maidah: 44)

Dan firman-Nya dalam ayat lain: "Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman." (QS. Ali Imran: 75).

Adalah Umar, Suatu ketika ia jatuh pingsan, di saat mendengar alunan bacaan Al-Quran, karena takut kepada Allah swt.
Pada suatu hari ia pernah mengambil jerami lalu berkata: "Alangkah baiknya, seandainya aku dahulu menjadi suatu jerami bukan disebut-sebut seperti sekarang ini. Dan alangkah baiknya bila ibuku tidak melahirkan aku." Kemudian ia menangis sepuas-puasnya hingga air matanya mengalir bagaikan dua aliran sungai yang membentuk garis hitam dipipinya.

Nabi saw bersabda. "Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah swt. Sehingga ada air susu yang kembali ke tempat aslinya."

Diterangkan didalam Kitab Daqa'iqul Akbhar, bahwa pada hari kiamat akan didatangkan seorang hamba, setelah ditimbang amal perbuatannya, kejahatan lebih berat daripada kebaikannya, maka ia diperintahkan untuk di bawa ke neraka. Sehelai rambut dari rambut-rambut matanya berbicara: "Ya Tuhanku, Rasul-Mu Muhammad saw pernah bersabda: 'Barangsiapa yang pernah menangis karena takut kepada Allah swt. Maka Allah mengharamkan matanya tersentuh api neraka.' Sesungguhnya mataku biasa menangis karena takut kepada Allah swt."
Akhirnya Allah swt Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang mengampuni dosa-dosa hamba itu dan menyelamatkan dari api neraka, berkat pengaduan sehelai rambut yang bisa menangis karena takut kepada Allah swt ketika masih di dunia. Kemudian Malaikat Jibril mengumumkan bahwa telah selamat si Fulan bin Fulan dari neraka berkat sehelai rambutnya yang menangis karena takut kepada Allah swt.

Dari Kitab Bidayatul Hidayah disebutkan bahwa ketika hari kiamat tiba, maka neraka jahannam didatangkan. Gemuruh suara dan nyala apinya amat menggetarkan dan mengerikan.
Saat itu semua umat menjadi berlutut karena tercekam kesedihan menghadapinya.

Allah swt berfirman:

Artinya:
"Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Al-Jathiyah:28)

Yakni, semua umat pada hari itu merangkak dengan lututnya. Ketika penghuni neraka digiring menuju neraka, kegeraman dan gemuruh nyala api neraka itu, terdengar oleh mereka dari jarak perjalanan sejauh 500 tahun.

Setiap orang, termasuk para Nabi akan berkata: "Nafsi, nafsi (maksudnya mereka sibuk dengan urusan sendiri-sendiri untuk mencari selamat). Kecuali Nabi yang teristimewa, yaitu Muhammad saw. Beliau akan berkata: "Ummati, Ummati" (Selamatkanlah umatku, umatku)
Kemudian keluarlah nyala api neraka Jahannam itu bergulung-gulung laksana gunung-gunung. Tetapi Nabi Muhammad saw berusaha untuk menangkis dan menghalangi sambarannya, seraya berkata "Wahai api, demi hak orang-orang yang khusu' dan demi hak orang-orang yang berpuasa, kembalilah kamu." Namun api itu tetap tidak memperdulikan dan tidak mau kembali. Ketika Jibril mengumumkan bahwa api itu sedang menuju ke arah umat Muhammad, dia bawa semangkok air, lalu Rasulullah segera meraihnya. Malaikat Jibril berkata: "Hai Muhammad, ambillah air ini dan siramkanlah kepada api itu." Kemudian beliau menyiramkan air itu pada api yang menyambar, sehingga api itu padam seketika. Nabi Muhammad saw bertanya kepada Jibril: "Wahai Jibril, air apakah ini." Ini adalah air mata-air mata dari umatmu yang menangisi dosa-dosanya karena takut kepada Allah swt.

Seorang penyair berkata dalam bait syairnya:
"Wahai kedua mataku, menangislah engkau karena dosa-dosaku sementara umurku terus berserakan, tanpa aku sadari."

Disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Nabi saw bersabda: "Tidak ada seorang pun dari hamba Allah yang beriman yang kedua matanya mengeluarkan air mata mengenai permukaan wajahnya sebesar kepala lalat, karena takut kepada Allah swt maka ia tidak akan disentuh oleh api neraka untuk selama-lamanya."

Diceritakan dari Muhammad bin Al-Mundzir, bahwa ketika dia menangis, dia mengusap-ngusap air matanya itu pada wajah dan jenggotnya seraya berkata: "Telah sampai suatu riwayat kepadaku bahwa api neraka tidak akan menyentuh tempat yang dilinangi air mata (yang menetes karena takut kepada Allah swt.)"

Oleh sebab itu bagi orang mukmin seharusnya takut terhadap siksa Allah swt dan mencegah dirinya dari memperturutkan keinginan hawa nafsunya.

Allah swt berfirman:

Artinya:
"Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)." (QS. An-Nazi'at:37-41).

Barangsiapa yang ingin selamat dari siksa Allah swt dan memperoleh pahala serta rahmat-Nya, maka hendaklah ia bersabar atas segala penderitaan dan kesulitan hidup didunia, bersabar dalam menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.

Diterangkan didalam kitab Zahrur Riyadh, bahwa Nabi saw bersabda: "Ketika ahli surga, masuk ke surga, para malaikat menjemput mereka dengan berhagia kebaikan dan kenikmatan. Mimbar-mimbar kehormatan disiapkan dan hamparan permadani digelar serta berbagai macam makanan dan buah-buahan dihidangkan. Dengan penghormatan yang begitu mulia dan sajian kenikmatan dan makanan beraneka macam itu, mereka menjadi kebingungan. Dalam kondisi kebingungannya itu, Allah swt berfirman: 'Ini bukanlah tempat kebengongan dan kebingungan.' Lalu mereka menjawab: 'sesungguhnya kami mempunyai perjanjian dan sekarang benar-benar telah tiba saatnya.'
Kemudian Allah swt berfirman kepada para malaikat: 'Angkat dan singkaplah tabir yang menutupi wajah-wajah itu.' para malaikat berkata: 'Ya Tuhan kami, mengapa Engkau persilakan mereka untuk melihatMu? Padahal mereka itu adalah orang-orang yang durhaka.' Allah swt kembali berfirman: 'Angkatlah tabir-tabir itu, karena mereka adalah orang-orang yang biasa berzikir, bersujud dan menangis karena mengharapkan bertemu dengan-Ku ketika didunia.' Lalu diangkatlah tabir-tabir itu, sehingga mereka bisa langsung melihat Allah swt dan seketika mereka bersujud kepada-Nya. Maka Allah swt berfirman: 'Angkatlah kepala-kepala kalian, karena disini bukanlah tempat beramal, tetapi tempat kemuliaan."

Allah swt terlihat oleh mata mereka tanpa bisa digambarkan bagaimana dan bagaimana? Dengan penuh keramahan, Allah swt memberikan penghormatan dan penyambutan: "Selamat bagi Anda, wahai hamba-hamba-Ku, Aku benar-benar telah ridha kepada Anda, lalu apakah Anda juga ridha kepada-Ku?" Mengapa kami tidak ridha, Ya Tuhan kami? Engkau telah memberi sesuatu kenikmatan kepada kami yang tak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar telinga dan tak pernah terlintas di hati seorang manusia pun.

Demikian itu, antara lain maksud dari firman Allah swt: "Allah ridha terhadap mereka, dan mereka ridha kepada-Nya." (QS. Al-Bayyinah:8).
Dan firman Allah swt:

Artinya:
"Sallam, sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang." (QS. Yaa siin: 59).

Senin, 22 Desember 2014

Siksa Kubur

Imam Al-Ghazali



Imam Al-Ghazaly




Tentang pernyataan Anda, ucapan yang populer kalau siksa kubur adalah siksaan pedih dan rasa sakit karena api, kalajengking dan ular, adalah benar. Hanya saja, saya beritahukan kepada Anda, karena tidak mampu memahami rahasia dan hakikatnya. Oleh sebab itu, saya berikan beberapa contoh tentang hal tersebut sebagai pendorong bagi Anda untuk mengetahui hakikatnya dan agar Anda bersiap sedia menghadapi perkara akhirat. Sebab itu, maut adalah “Berita yang besar, ketika kamu sekalian berpaling darinya.”

Rasulullah Saw. telah bersabda: “Seorang Mukmin dalam kuburnya berada di sebuah taman yang hijau, kuburannya itu telah dilapangkan baginya seluas tujuhpuluh depa. Wajahnya bercahaya hingga menyerupai rembulan pada malam purnama. Tahukah kalian semua tentang apakah ayat ini diturunkan, ‘maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,’ (Q.s. Thaha: 124).” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya Iebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Tentang siksa orang kafir di dalam kuburnya, dia dikuasai oleh sembilanpuluh sembilan ekor ular naga, tahukah kalian, apa ular naga itu? Adalah sembilanpuluh sembilan ekor ular besar, masing-masing ular merniliki sembilan kepala yang menggigit, menjilat dan meniupnya pada tubuhnya hingga pada hari mereka dibangkitkan.” (Al-Hadis).

Perhatikan muatan hadis ini! Hal tersebut benar-benar terjadi, berdasar pada penyaksian langsung yang dialami oleh beberapa pemilik matahati, yang jauh lebih jelas dan mata lahir (inderawi). Orang bodoh mengingkarinya, “Aku telah melihat ke dalam liang lahat, aku tidak melihat apa pun!”

Si bodoh ini perlu diberitahu, ular naga tersebut tidak keluar dari badan si mayit, tetapi dari ruh batinnya bukan ruh jasadnya. Sebab ruh batin itu yang merasakan sakit maupun nikmat. Bahkan ular naga tersebut bersama dirinya, di dalam batin sebelum kematiannya. Hanya saja dia tidak merasakan sengatannya karena di dalamnya terdapat ruangan gelap yang disebabkan luapan nafsu syahwat. Dia merasakan sengatan ular naga itu setelah mati.

Ular ini tercipta dari sifat-sifat si kafir, jumlah kepalanya bergantung pada kadar jumlah akhlak tercelanya dan kecenderungan hawa nafsunya pada kesenangan duniawi.

Asal dari ular naga ini adalah cinta dunia. Jumlah kepala yang meluncur dari ular naga tersebut bergantung pada beberapa sifat tercela yang bersumber dari cinta dunia (hubbud-dunya); seperti sifat iri hati, dengki, riya’, sombong, kemewahan, makar, tipu daya, suka kehormatan, kecintaan pada dunia, suka bermusuhan dan membenci.

Tentang wujud semua itu diketahui dengan mata batin, demikian pula dengan jumlah kepalanya yang mematuk.

Tentang batasan jumlahnya, bahwa ular naga tersebut berjumlah sembilanpuluh sembilan ekor, diketahui melalui cahaya kenabian. Ular naga ini bersarang dalam lubuk hati orang kafir, tidak semata-mata karena kebodohannya tentang kekufuran, tapi lebih dari itu, karena kekufuran itu telah mengajak dan menggiringnya pada kekafiran. Seperti difirmankan oleh Allah Swt.: “Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat.” (Q.s. An-NahI: 107).

Allah Swt. juga berfirman: “Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya.” (Q.s. Al-Ahqaaf: 20).

Ular naga itu, jika memang seperti yang Anda duga —keluar dari badan mayit, tentu terlalu remeh. Sebab, barangkali terbayangkan bahwa ular naga itu menyimpang darinya, atau dia sendiri yang lari dari ular naga itu.

Namun tidak demikian, ular naga tersebut bersarang di lubuk hatinya, dia mematuknya lebih dari bayangan Anda tentang patukan ular naga. Padahal pada dasarnya, ular naga dimaksud adalah sifat-sifatnya dalam hidupnya, sebagaimana naga itu mematuk hati pemabuk cinta ketika dia menjual budak wanitanya, kemudian menyesalinya. Itu adalah naga yang bersarang di dalam kalbunya seperti bersarangnya api di dalam batu, sedangkan dia lalai terhadap hal tersebut. Maka berbalik, faktor kelezatan dan kenikmatannya berubah menjadi sebab kepedihan dan sakitnya.

Inilah rahasia sabda Rasulullah Muhammad Saw: “Sesungguhnya itu adalah perbuatan-perbuatan kalian yang dikembalikan kepada kalian.”

Allah Swt. berfirman: “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan di hadapkan (kepadanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara Ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat penyayang kepada hambahamba-Nya.” (Q.s. Ali Imran: 30).

Bahkan merupakan rahasia dari firman-Nya yang berbunyi: “Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahannam” (Q.s. At-Takatsur: 5-6).

Maksudnya, neraka jahannam itu ada di dalam batin kalian, maka carilah dengan pengetahuan yakin (ilmul yaqin), kalian pasti akan melihatnya sebelum kalian mengetahuinya dengan mata keyakinan (ainul yaqin).

Bahkan itu adalah rahasia dari firrnan-Nya yang berbunyi: “Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.” (Q.s. Al-Kahfi: 29).

Tidak dinyatakan dengan redaksi, “akan mengepung mereka.”

Ini adalah pengertian dan pernyataan orang yang berkata, bahwa surga dan neraka itu adalah makhluk.

Allah Swt. pasti berkata benar, barangkali dia tidak menangkap dan tidak pula mengerti rahasia firman-Nya.

Jika Anda tidak mengerti beberapa pengertian atau maksud AlQur’an, maka Anda hanya memahami Al-Qur’an dari kulit luarnya saja; sebagaimana binatang ternak mendapat kulit gandum, yakni jerami.

AI-Qur’an merupakan konsumsi seluruh manusia sesuai dengan kapasitas mereka. Hanya saja konsumsi terhadap Al-Qur’an bergantung pada tingkat derajatnya. Pada setiap makanan terdapat: saripati, tepung dan jeraminya. Kelahapan keledai terhadap jerami melebihi kelahapannya terhadap roti yang diproduksi dan saripatinya.

Anda lebih rakus untuk tidak meninggalkan derajat kebinatangan, dengan tidak menapaki derajat atau tingkatan kemanusiaan, bahkan tidak pada tingkatan kemalaikatan.

Jika Anda bertanya, “Apakah ular naga itu berupa sebuah wujud yang dapat disaksikan seperti penglihatan mata, atau hanya berupa rasa pedih atau sakit dalam jiwa si mati, seperti rasa pedih yang dialami oleh pemabuk cinta bila ia dipisahkan dengan kekasihnya?”

Tidaklah demikian, dia akan menjelma pada Anda hingga Anda dapat menyaksikan langsung, namun dalam wujud ruhani bukan dalam wujud yang dapat diindera oleh orang yang jauh dari alam musyahadah, bila melihat di dalam liang kuburnya. Itu termasuk alam malakut.

Si pemabuk cinta bisa saja menjelma dalam tidurnya, barangkahi dia bermimpi melihat ular besar mematuk lubuk hatinya. Karena dia sedikit jauh dari alam syahadah dengan tidur; sehingga hakikat sesuatu menjelma baginya dalam wujud yang menyerupai wujud hakikinya, bersumber dari alam malakut. Mati lebih tuntas tersingkap ketika tidur, karena lebih terfokus berfantasi, dan lebih tuntas dalam konsentrasi terhadap ruh dan tirai dunia ini. Karenanya, hal itu menjadi wujud penuh yang nyata dan abadi. Sebab, mati adalah tidur panjang, yang hanya bisa dibangunkan pada hari Kiamat nanti.

Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (Q.s. Qaaf: 22).

Orang yang bangun di samping orang tidur —walaupun tidak menyaksikan ular besar yang mematuknya, hal itu tidak menjadi kendala dan penghalang tentang adanya ular tersebut dan rasa sakitnya karena patukan ular. Demikian pulalah kondisi mayit di dalam kubur.

Barangkali Anda bertanya, “Anda [penulis] menyatakan pikiran yang bertentangan dengan pernyataan populer, tidak logis menurut publik. Karena Anda mengira bahwa ancka ragam siksa akhirat dapat diketahui dengan cahaya mata batin (al-bashirah) dan penyaksian langsung, telah melampaui batas penguasaan syariat. Lalu, bisakah Anda —jika benar demikian—menerangkan batasan-batasan tentang klasifikasi siksa akhirat secara rinci?”

Bahwa perbedaan saya dengan pendapat jumhur, tidak saya pungkiri. Bagaimana jika mengingkari seorang musafir yang berbeda dengan jumhur? Padahal jumhur diam di negara tumpah darahnya dan tempat kelahirannya. Itu adalah rumah pertamanya. Sementara mereka, yang pergi jauh di antara mereka hanyalah perorangan saja.

Negara merupakan tempat tinggal badan dan ucapan. Sedangkan tempat ruh manusia adalah alam-alam sadar. Tempat ruh manusia yang pertama adalah alam inderawi; tempat kedua adalah alam imajinasi atau fantasi; dan tempat ketiga adalah alam persepsi.

Selama masih ada di tempat pertama, manusia itu ibarat ulat dan kupu-kupu. Tilam api tidak bisa dirasakan, kecuali dengan indera rasa. Jika difantasikan, dan tersimpan dalam fantasinya, setelah merasakan, tentu tidak akan berdesakan di atas api antara yang satu dengan yang lain, karena telah merasakan sakitnya. Burung dan binatang lainnya, jika telah merasakan sakit di satu tempat karena pukulan, ia pun pergi menjauh dan tidak kembali lagi ke tempat itu, karena sudah mencapai tempat kedua, yaitu adanya persepsi pada kepedihan, setelah merasakannya. Selama masih ada di tempat kedua, manusia itu masih merupakan binatang yang belum sempurna. Batasan yang harus dicapainya sekadar menghindar dari sesuatu yang menyakitkan, dan sesuatu yang belum dialami penderitaannya, dan karena tidak tahu, ia lalu menghindari.

Bila manusia ada pada tempat ketiga —yaitu alam persepsi— maka dia itu adalah binatang yang sempurna seperti kuda.

Kuda menghindari singa pada awal ketika melihatnya, walaupun belum pernah menyakitihya sama sekali. Menghindarnya kuda tersebut bukan karena dia tahu bahwa singa itu akan menyakitinya. Bahkan domba bila melihat singa pertama kali, pasti menghindar. Tapi ketika melihat sapi dan onta —padahal lebih besar fisiknya— dia tidak menghindar, sebab tidak biasanya sapi dan onta itu mengganggu dan menyakiti yang lain.

Mereka itu, sama dengan binatang, baru setelah itu manusia naik dan meningkat pada alam kemanusiaan (alamul insaniyah), sehingga dia mengetahui banyak hal yang semula tidak masuk dalam indera, fantasi dan persepsinya. Karenanya, ia menghindar dari perkara-perkara masa depan (akhirat). Penghindarannya terhadap dunia tidak terbatas seperti menghindarnya domba ketika melihat singa. Dari sinilah hakikat kemanusiaan terjadi. Dan sebenarnya itulah ruh yang dinisbatkan kepada Allah Swt. dalam firman-Nya, “... dan Kutiupkan kepadanya ruh-Ku.” (Q.s. Al-Hijr: 29, Shad: 72).

Pada saat demikian, di alam ini, dibukakan pintu malakut, sehingga dia dapat menyaksikan ruh-ruh yang terbebas dari tirai palsu, bentuk rupa yang menutupi. Dan alam ini tanpa batas.

Alam nyata atau alam inderawi; alam imajinasi atau fantasi dan alam persepsi sangat terbatas, karena melingkupi dan melekat pada tubuh saja; sedangkan tubuh pasti terbatas.

Berjalan di alam ini, perumpamaannya sama dengan berjalan di atas air secara fantasi, kemudian naik dan meninggi di atas udara. Karena itulah, ketika dikatakan kepada Rasulullah Saw. bahwa Nabi Isa as. berjalan di atas air, beliau bersabda, “Benar, kalau bertambah yakin, niscaya beliau berjalan di udara.”

Sedangkan perumpamaan keberadaan manusia di alam inderawi adalah seperti berjalan di atas tanah. Antara bumi dan air terdapat alam yang berlangsung seperti perjalanan kapal laut. Dari sana lahir tingkatan setan, hingga manusia menembus alam kebinatangan dan berakhir pada alam setan.

Dari situ nanti bertolak menuju alam malaikat, bisa saja manusia berdiam dan berdomisili di alam ini. Penjelasan tentang hal ini sangat panjang.

Tingkatan alam-alam tersebut merupakan tempat hidayat, hanya saja petunjuk yang dinisbatkan kepada Allah terdapat di alam keempat, yaitu alam ruh.

Allah Swt. berfirman: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah’.” (Q.s. Ali Imran: 73).

Maqam dan kedudukan manusia —kadar ketinggian dan kerendahannya— bergantung pada kadar pencapaiannya. Inilah makna dari ucapan Ali r.a, “Manusia adalah anak (yang lahir) dari kebaikan yang diusahakan.”

Jadi, manusia punya kemungkinan menjadi ulat, keledai, kuda atau setan, kemudian mampu melewati tingkatan itu, maka ia menuju alam malaikat.

Malaikat itu memiliki tingkatan-tingkatan antara lain: Malaikat bumi, malaikat langit, malaikat muqarrabun yang jauh dari perspektif langit dan bumi, yang hanya konsentrasi pada keindahan hadirat Ketuhanan serta konsentrasi pada Wajah Allah. Mereka selamanya kekal di tempat yang kekal (darul baqa’). SelainWajah-Nya, langit dan bumi berikut seluruh alam inderawi, hal yang imajinatif-fantastis, dan hal yang perspektif yang berkaitan dengan langit dan bumi, berakhir pada kefanaan.

Inilah makna dari firman Allah Swt.: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.s. Ar-Rahman: 26-7).

Alam-alam di atas merupakan tahap-tahap kemanusiaan, dari derajat kehinaan binatang sampai naik pada tahap malaikat. Para malaikat yang selalu menghadap Wajah-Nya Yang Maha Agung nan Indah, bertasbih, menyucikan-Nya malam dan siang tanpa, bosan.

Lihatlah pada kerendahan dan kemuliaan manusia sampai pada jarak pendakian mi’raj-mi’rajnya, bahkan hingga tersungkurnya mereka pada derajat terendah. Anak-anak Adam tergelincir pada kerendahan yang hina, lalu, hanya orang-orang yang beriman dan beramal saleh yang bisa menaiki tahap yang tinggi dan mendapat pahala yang tiada tara, berupa memandang Keindahan Wajah-Nya. Karenanya, ayat ini bisa direnungkan:

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat pada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (Q.s. Al-Ahzab: 72).

Sebab arti amanat adalah kesediaan terhadap janji dan risiko. Tidak ada nyali bagi penghuni bumi —binatang-binatang— karena binatang tidak punya potensi untuk menggapai tahap ketiga. Begitu juga malaikat, karena malaikat tidak punya rasa takut tergelincir pada kehinaan alam binatang.

Lihatlah pada keajaiban alam manusia ini, bagaimana mereka bisa naik ke langit yang tinggi dan turun pada tahap bumi terendah yang hina. Suatu peristiwa besar dan berisiko tinggi yang tak pernah ada pada jenis makhluk mana pun di alam ini. Sungguh kasihan! Bagaimana mereka menekan diri saya dengan risiko, dan menakut-nakuti, karena saya dituduh melampaui arus umum dan pandangan populer, yang karenanya, membuat saya justru gembira! Mereka yang benci dengan pandangan saya seperti itu, yang membuat diri saya senang? Suatu lembaran yang sia-sia, dan menghempaskan diri saya dengan angin lalu.

Minggu, 21 Desember 2014

ANTARA SABAR DAN SAKIT

Pembahasan ini saya khususkan buat sahabatku yang saat ini sedang sakit.

Semoga bisa bersabar menghadapi sakit



Dari Alam menuju Sang Khaliq

LEMBAH TAUBAT









Ada suatu lembah yang begitu indah bahkan bila dibandingkan Syurga sekalipun. Lembahnya orang-orang Taubat, Lembah mahabbatuhu lembah Cintanya Allah.
Karena dilembah itu di penuhi Ridho Allah, di lembah itu di penuhi oleh Cahaya dan Ampunan Allah. Itulah lembahnya orang-orang Taubat.
Lembah yang didahului oleh seluruh Rahmat dan Anugerah Allah.

Dihari itu sepertinya bukan lagi hari-hari kita serasa hari-hari Illahi.
Cinta Allah memenuhi orang-orang yang penuh Cintanya kepada Allah, karena saat itu manusia sedang fana' bahkan fana' dari segala dosanya

Allah SWT berfirman :
" Inna Fatahna Laka fathan Mubina"
Sesungguhnya kami telah membuka hakekat Cahaya yang sesungguhnya.
Dengan begitu nyata dan jelas
" Liyaghfira laka Allahu mataqaddama min thanbika wama taakhkhara"
agar Dia Allah mengampuni dosa dosamu yang terdahulu dan yang akan datang.

Itulah lembah orang-orang Taubat, yang sesungguhnya lembah para pencinta Allah.

Cinta, kefana'an, kesadaran dan Taubat adalah pilar-pilar yang tak pernah berpisah dari diri seseorang.
Satu kali Istighfar anda selayaknya lebih dari cahaya yang memenuhi Langit dan Bumi.

Apakah ada senyum yang lebih manis dibanding orang yang sedang berlari menuju ampunan Allah?
Apakah ada mata yang teduh dibanding orang-orang yang sudah disiram oleh Cahaya Ampunan Allah?
Apakah masih ada mata yang lebih berbinar dibanding mata yang sedang berharap dan harapan yang sudah nyata didepannya, ketika Allah memanggilnya untuk kembali kepadaNya?

Lembah Cinta adalah harapan semua orang-orang yang terlepas dari kegelapan, karena orang-orang itu benar-benar dengan segala kejujurannya mengakui betapa dirinya memang tak berdaya bahkan atas dosanya sekalipun.

Siapa lagi Ya Allah yang bisa mengampuni kecuali Ampunanmu?
Siapa lagi ya Allah yang lebih mencintai kecuali CintaMu?
Sang Hamba total bagai debu luluh dalam ketidakberdayaan, apapun angin yang menerpanya itu semua adalah angin CintaNya, angin kasih sayangNya, dan angin RidhoNya.

Hari-hari adalah hari dimana lembah Cinta adalah liku-liku bagai bukit-bukit yang begitu ranum dan hijau. Tetapi semuanya bertasbih seakan-akan menyambut datangnya orang-orang yang bertaubat, Taubattan nassuha Taubat yang sesungguhnya.

Siapa yang pernah merasakan lembahnya Allah ini ia akan lupa segala-galanya ia bahkan lupa akan masalalu dan dosa-dosanya karena hanya ada satu titik harapan, hanya ada cinta yang begitu dahsyat menerpanya.Rindu dendam tiada tara

Orang-orang yang sedang beriatigfar sebenarnya orang-orang yang sedang menyongsong Cintanya.
Dilembah itu tak ada suara kecuali dibalik suara itu menyembunyikan ampunan-ampunan Allah.
Di balik rupa, tiadalah rupa itu kecuali rupa itu menggambarkan tentang istighfar yang begitu pajang dari para hambaNya.
Dibalik warna tak adalah warna itu kecuali warna-warni atas kesalahan dan dosanya yang berubah menjadi cahaya warna karena ampunan-ampunanNya.

Sungguh para perupa tak akan bisa menggambarkan lembah Cinta para Taubatnya, lembah Cinta orang-orang yang Taubat.
Para pemusik tidak bisa membuat Instrumen yang lebih indah dibanding suara orang-orang yang Taubat.
Jikalau seluruh makhluk ini membunyikan seluruh nada dan melodi tak akan mampu mengalahkan indahnya melodi Illahi dibalik syair-syair Cinta Illahi atas orang-orang yang Taubat.

Kapan lagi kita menyongsong bunyi orang-orang yang Istighfar.
Istighfar itu haruslah dimulai dari kedalaman jiwa kita.
Hati yang kembali ruang Illahi, disana segala CintaNya mempersilakan kehadiran kita orang-orang yang bertaubat kepada Allah SWT

Menyikapi Pujian Makhluk




  • Menjadi Kekasih Allah


Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary : “Semesta ciptaan ini ada karena ketetapan dariNya, dan terhapus oleh Kemaha-Esaan DzatNya.”

Syeikh Zarruq mengatakan, “Bila anda memandang makhluk dari dimensi penetapan oleh Allah Ta’ala pada mereka, maka anda melihat makhluk sebagai wujud.

Namun bila anda melihat mereka dari segi bahwa mereka adalah makhluk yang sangat butuh, sangat kurang dan tidak merdeka, maka anda telah memandang mereka sebagai wujud ketiadaan.

Dalam kitabnya At-Tanwir, Ibnu Athaillah menegaskan, “Ulasan yang rinci dalam konteks ini adalah, bahwa makhluk itu memang ada, dan dari segi yang tersembunyi dibalik makhluk menimbulkan musyahadah kepadaNya. Kemudian Allah swt menetapkan makhluk dari sisi yang ditetapkanNya melalui hikmah-hikmahNya, dan hikmah-hikmah itu tidak bersandar pada pengetahuan anda.”

Inilah fakta yang dimaksudkan sekaligus intisari ma’rifat dalam menjaga kenyataan dunia sebab akibat. Dan hanya pada Allah segala Taufiq.

Ini berarti, akan mengarahkan kita pada etika atau adab memandang makhluk, bahwa apa pun, harus dikembalikan kepada Allah Ta’ala.

Dan ketika memandang diri kita, pasti yang tampak adalah wujud serba cacat, kurang dan penuh cela.
Sehingga Ibnu Athaillah melanjutkan:
“Manusia memuji anda karena asumsi dugaan yang ada pada diri anda. Maka bersikaplah mencaci diri sendiri, karena anda tahu siapa diri anda sebenarnya.”

Manusia sangat senang dipuja dan dipuji. Ini sangat berbahaya. Karena itu jika anda dipuji, malah sebaliknya anda harus mencaci diri sendiri, karena dalam diri anda tak lebih dari wujud cacat serba kurang dan buruk. Jadi memang tidak layak untuk dipuji dengan berbagai alasan apa pun.

Disamping itu pujian bisa membuat orang riya’, takjub diri dan lupa diri. Inilah yang mengancam eksistensi jiwa kita. Apalagi jika anda melihat hati anda sendiri, betapa amal-amal anda sangat buruk dan cacat.

Lalu mana yang layak untuk dipuji? Sampai Rasulullah saw, menegaskan, “Orang beriman ketika dipuji, ia malah meragukan keimanan yang ada dalam hatinya.” Maknanya, ia malah mencaci kondisi ruhaninya sendiri yang tak pantas dengan pujian. Karena itu:
“Sebodoh-bodoh manusia adalah orang yang membiarkan rasa yakinnya diselaraskan menurut asumsi publik manusia.”

Kalau manusia berakal sehat ia lebih percaya pada penglihatan dirinya pada dirinya yang penuh dengan cacat dan dosa. Tapi kalau mengikuti asumsi banyak orang, yang hanya memandang lahiriyahnya belaka, seakan-akan diri kita ini shaleh,ahli amal yang bagus, ahli ibadah, padahal tak lebih dari suatu kebusukan belaka.

Disinilah Ibnnu Athaillah mengarahkan:
“Bila terucap pujian padamu dan anda tahu bahwa diri anda bukan layaknya dipuji, maka pujilah yang berhak layak Dipuji (Allah swt).”

Semua pujian apa pun bentuknya jika itu terucap pada anda, maka segeralah anda mengembalikan pujian itu pada Allah Ta’ala. Karena Dialah yang layak dipuji.

Dalam hal ini, Syeikh Zarugq membagi tiga kategori manusia dalam soal pujian:

Manusia yang merasa dirinya berhak dipuji dan dipuja, maka orang ini akan hancur.

Manusia yang merasa dirinya tak layak dipuji, namun ia tidak melihat kebajikan Allah Ta’ala padanya sehingga ia hanya sibuk mencela dirinya belaka. Kalangan ini lebih baik, karena ia selamat dari penyakit pujian.

Orang yang melihat dirinya seperti pengantin yang mendapat sambutan dengan pestanya. Namun sang pengantin malah menutupi dengan cadarnya ketika berhadapan dengan mereka, karena malu atas segala kekurangannya saat itu.

Disinilah Sayyidina Ali KW ketika mendengar pujian padanya, bermunajat: “Ya Allah jadikan diriku ini baik sebagaimana dugaan mereka padaku. Dan janganlah Engkau siksa kami karena apa yang mereka katakana kepadaku. Ampunilah kami atas ketidaktahuan mereka pada diriku.”

Di luar tiga kelompok di atas adalah kalangan ahli hakikat, dimana mereka tidak peduli dengan penerimaan maupun penolakan public, karena konsentrasinya hanya pada Allah swt, semata.